Pada tanggal 11-12 Desember lalu diselenggarakan seminar internasional bertema Review of Holocaust: Global Vision. Salah satu pembicara dalam seminar ini adalah Robert Faurisson, seorang sejarawan terkemuka asal Perancis. Kehadirannya dalam seminar ini memiliki resiko yang sangat besar karena UU di Perancis menyebutkan bahwa segala bentuk sikap mempertanyakan kebenaran Holocaust dipandang sebagai kejahatan kriminal. Namun, Faurisson adalah ilmuwan yang teguh memegang kebenaran dan keteguhan itu terus dipegangnya sejak puluhan tahun yang lalu. Dalam kesempatan ini, kami mengajak Anda untuk mengenal lebih jauh tentang Robert Faurisson.
Robert Faurisson dilahirkan di Shepperton, England, pada tanggal 25 Januari 1929. Ayahnya orang Perancis dan ibunya orang Skotlandia. Faurisson melalui sekolah di berbagai negara, mulai dari Singapura,Jepang, dan akhirnya di Perancis. Faurisson menuntut ilmu sejarah di Universitas Sorbonne hingga meraih gelar doktor. Dia pernah mengajar mata kuliah sastra Perancis modern dan kontemporer di Universitas Sorbone, lalu mengajar mata kuliah kritik teks dan dokumen sejarah, sastra, dan media.
Setelah melakukan berbagai penelitian, Faurisson menemukan bahwa sejarah mengenai holocaust atau pembunuhan massal enam juta Yahudi oleh Nazi pada Perang Dunia Kedua adalah sebuah fakta sejarah yang sangat diragukan kebenarannya. Akibat keberanian mengungkapkan fakta itu, Faurisson diberhentikan dari pekerjaannya. Dia juga dihadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara. Bukan itu saja, antara tahun 1978 and 1993, Faurisson juga mengalami berbagai serangan fisik akibat keberaniannya mempertanyakan kebenaran mitos holocaust. Di antara karya tulis Faurisson mengenai masalah ini adalah makalah "Kamar Gas Auschwitz Secara Fisik Tidak Mungkin Ada”. Faurisson tinggal di kota Vichy, Perancis, bersama istri dan tiga anak, serta lima cucu.
Dalam kunjungannya ke Teheran untuk menjadi pembicara dalam Seminar Holocaust, Faurisson diwawancarai secara eksklusif oleh harian Tehran Times. Dalam wawancara ini, Faurisson menjelaskan secara terbuka berbagai kebohongan dalam mitos holocaust. Menurut Faurisson, holocaust memang layak disebut mitos. Mitos adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang didasarkan kepada ketidaktahuan atau kebodohan, bukan berdasarkan fakta empiris.
Pada tahun 1970-an, Faurisson melaukan penelitian mengenai kamar gas yang konon digunakan Nazi untuk melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi. Ketika dia mengunjungi kamar gas di Auschwitz, dia menemukan beberapa keanehan. Para penjaga kamar gas itu menyatakan bahwa gas yang dipakai untuk membunuhi orang-orang Yahudi adalah gas berjenis Zyklon B. Di kamar gas yang sudah menjadi situs pariwisata dan dikunjungi jutaan turis itu, ditaruh berkaleng-kaleng gas Zyklon B. Zyklon B adalah zat yang sangat berbahaya dan mematikan. Jika ada orang dibunuh dengan gas itu, maka jasadnya pun sangat berbahaya dan tidak boleh disentuh.
Namun anehnya, di kamar gas Auschwitz, disebut-sebut ada 2000 orang Yahudi yang dibunuh secara bersamaan dengan gas Zyklon B. Padahal, kondisi ruangan itu sangat tidak mungkin memuat 2000 orang secara bersamaan. Selain itu, bila gas Zykon B disemprotkan ke ruangan itu, yang terkena dampaknya bukan hanya orang-orang di ruangan tersebut, melainkan juga tentara Nazi sendiri, karena kamar itu memiliki empat lubang terbuka. Gas akan menyebar kemana-mana dan membunuh orang-orang di luar ruangan. Selain itu, gas Zyklon B tidak bisa hilang begitu saja, melainkan akan menempel di dinding-dinding ruangan, di lantai, di atau atap.
Penjaga kamar gas Auschwitz menceritakan bahwa setelah orang-orang Yahudi itu mati, tentara Nazi akan masuk sambil merokok dan berbincang-bincang dengan santai, lalu mengambil jasad-jasad itu dan membakarnya. Hal ini jelas tidak mungkin mengingat bahwa gas Zyklon B masih tersebar dalam ruangan. Orang-orang harus menggunakan masker dan baju khusus untuk masuk ke ruangan yang masih terkontaminasi Zyklon B. Selain itu, terdapat tiga buah pintu di kamar gas itu, yang membuka ke arah dalam. Adanya ketiga pintu itu jelas membuat pengamanan kamar gas menjadi sangat rentan dan gas mudah merembes keluar. Selain itu, fakta bahwa pintu membuka ke arah dalam padahal di dalam ruangan itu ada 2000 orang, merupakan fakta yang aneh karena bila benar demikian, pintu itu menjadi tidak bisa terbuka.
Faurisson juga pernah melakukan penelitian ke kamar gas di AS yang dipakai untuk membunuh para terdakwa yang mendapat vonis mati dari pengadilan. Kamar gas di AS dilengkapi dengan sistem pengamanan yang sangat ketat, antara lain pintu besi yang sangat rapat sehingga tidak memungkinkan gas keluar dan kipas angin khusus untuk mengusir gas keluar ruangan setelah si terdakwa mati. Gas yang keluar dari ruangan itu juga disalurkan ke tanki khusus untuk menetralisir racunnya. Setelah eksekusi dilakukan, dokter dan para pegawainya baru masuk ke ruangan itu beberapa jam kemudian dengan menggunakan baju khusus dan masker. Jasad si terdakwa pun kemudian dicuci bersih, baru kemudian dibawa ke pemakaman.
Fakta di AS memperlihatkan betapa untuk membunuh satu orang saja di kamar gas, pengamanan yang harus dilakukan sedemikian rumitnya. Sementara di Auschwitz disebut-sebut ada 2000 orang dibunuh bersamaan di kamar gas yang sama sekali tidak ada pengamanan. Tentu saja fakta ini menunjukkan adanya keanehan. Dari berbagai keanehan yang ditemukannya, Faurisson menyimpulkan bahwa kisah mengenai pembunuhan ribuan orang-orang Yahudi di kamar gas Auschwitz secara teknis tidak mungkin terjadi. Faurisson menulis makalah tentang hal ini di harian Le Monde Diplomatique. Enam minggu kemudian, yaitu tanggal 21 Ferbruari 1979, 34 orang profesor mengeluarkan deklarasi yang menyatakan, "Tidak boleh ditanyakan bagaimana mungkin secara teknis pembunuhan massal itu terjadi. Secara teknis, pembunuhan itu bisa terjadi karena memang sudah terjadi." Deklarasi para profesor itu jelas bertentangan dengan sikap ilmiah para akademisi. Dan sejak itu pula, Faurisson diberhentikan dari pekerjaannya di universitas. Selain diberhentikan, Faurisson pun diseret ke pengadilan dan mengalami berbagai bentuk penghinaan.
***
Dalam pidatonya di seminar Holocaust, Teheran, Robert Faurisson mengatakan bahwa Presiden Ahmadinejad telah menggunakan kata yang tepat, yaitu bahwa kepercayaan orang Yahudi terhadap Holocaust adalah mitos belaka, yaitu kepercayaan yang didasarkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan. Menurut Faurisson, di Perancis, setiap orang berhak untuk tidak percaya kepadaTuhan, namun dilarang untuk tidak mempercayai Holocaust atau bahkan sekedar meragukannya. Larangan untuk meragukan kebenaran Holocaust diresmikan dalam UU Perancis tanggal 13 Juli 1990. Dalam UU itu disebutkan bahwa hukuman bagi orang-orang yang meragukan kebenaran Holocaust adalah penjara satu tahun atau denda hingga 45,000 Franc.
Faurisson mengatakan, ada banyak alasan yang membuktikan bahwa Holocaust adalah mitos belaka. Para pendukung mitos Holocaust tidak bisa menunjukkan satu dokumen pun mengenai kejadian kriminal pembunuhan terhadap enam juta Yahudi itu. Mereka tidak bisa menunjukkan bukti sisa-sisa senjata yang digunakan dalam kamar gas itu. Mereka juga tidak bisa memberikan satu nama pun yang menjadi saksi dalam kejadian ini. Kalaupun ada saksi yang diajukan, kesaksiannya banyak ditemukan ketidakuratan.
Faurisson bukanlah satu-satunya sejarawan yang membuktikan kebohongan mengenai Holocaust atau kamar gas untuk pembunuhan massal orang-orang Yahudi itu. Di antara sejarawan yang menggugat kebohongan Holocaust adalah Arthur Robert Butz pada tahun 1976, dalam tulisannya, “Tipuan Pada Abad ke-20”, Fred Leuchter pada tatahun 1988 dalam tulisannya, “Laporan Teknis Mengenai Eksekusi Kamar Gas di Auschwitz, Birkenau, dan Majdanek”, Germar Rudolf pada tahun 2000 dalam tulisannya “Membedah Holocaust”, Barbara Kulaszka pada tahun 1992 dalam tulisannya, “Benarkah Enam Juta Tewas?”. Pada tahun 1995, Eric Conan dalam majalah L’Express menulis artikel yang mendukung penelitian Faurisson. Padahal, Conan semula adalah penentang Faurisson. Namun, setelah melakukan penelitian di kamar gas yang kini menjadi Museum Auschwitz dan telah dikunjungi oleh 25-30 juta turis, Conan menyimpulkan, “Semua yang ada di sana adalah kebohongan.” Selain itu, kita juga mengenal nama-nama seperti Professor Roger Garaudy dan David Irving. Para sejarawan yang mengutak-atik Holocaust itu kemudian diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara atau denda uang.
Di antara dalil yang disampaikan para sejarawan, yang menunjukkan kebohongan mitos Holocaust adalah sebagai berikut. Pertama, sepanjang masa Perang Dunia Kedua, jutaan orangYahudi di Eropa hidup normal dan jutaan dari mereka bekerja di pabrik-pabrik Jerman. Kedua, adanya fakta yang disembunyikan dari publik, bahwa selama ini di Jerman ada undang-undang yang sangat melindungi orangYahudi. Pembunuhan terhadap satu orang Yahudi, meskipun dilakukan oleh seorang tentara, akan divonis hukuman mati. Ketiga, klaim bahwa pembantaian massal di kamar gas Nazi dilakukan dengan menggunakan gas Zyklon-B secara teknis tidak mungkin dilakukan. Kondisi kamar gas Nazi sangat tidak aman dan zat Zyklon B dengan mudah akan tersebar ke luar ruangan dan mematikan semua orang, bukan cuma para tawanan Yahudi yang ada di dalam kamar gas saja.
Faurisson menyatakan, memang benar ada orang-orang Yahudi yang tewas dalam perang, sebagaimana juga orang-orang non Yahudi banyak yang menjadi korban perang itu, baik karena konflik senjata atau karena kelaparan dan penyakit. Menurut Faurisson, dalam Perang Dunia Kedua memang benar ada kamp konsentrasi yang menawan orang-orang Yahudi. Namun, bila benar ada enam juta orang Yahudi yang tewas dalam pembunuhan massal Nazi, bagaimana mungkin sedemikian banyak orang Yahudi selamat setelah perang dan sebagiannya bahkan dikirim ke negara yang baru didirikan orang-orang Zionis, yaitu Israel?
Menurut Faurisson, klaim mengenai keberadaan kamar gas dan klaim mengenai pembunuhan massal enam juta orang Yahudi bersumber dari kebohongan sejarah yang sama, yang telah dimanfaatkan oleh Zionisme Internasional. Korban dari kebohongan sejarah ini adalah orang-orang Palestina. Orang-orang Zionis, dengan dibantu oleh para pemimpin Barat, terus berusaha mempertahankan mitos Holocaust dan menghalang-halangi usaha para ilmuwan untuk mengkritisi mitos ini karena Holocaust adalah senjata utama Israel. Dengan holocaust, Israel memiliki alasan atau justifikasi untuk mendirikan negara khusus Yahudi di atas tanah milik bangsa Palestina.
Faurisson hingga di usia senja terus menyuarakan penentangannya terhadap mitos Holocaust. Akibatnya, sepanjang hidupnya, Faurisson berkali-kali dihadapkan ke pengadilan. Bulan November lalu dia kembali dikenai denda setelah melakukan wawancara dengan Televisi Sahar Iran. Kehadirannya dalam Seminar Internasional Holocaust di Teheran juga mendatangkan resiko besar terhadap dirinya. Sepulangnya dari Teheran, Faurisson ditangkap polisi dan akan dihadapkan ke pengadilan. Sepanjang hidupnya, Faurisson juga telah mengalami serangan fisik sepuluh kali dan dua kali di antaranya hampir merenggut jiwanya. Dalam kehidupan sehari-hari pun, Faurisson dan keluarga dikucilkan oleh masyarakat. Namun, menurut Faurisson, setiap kali ia mengalami semua bentuk penyiksaan itu, dia selalu memikirkan nasib bangsa Palestina, dan untuk itu, dia merasa tidak boleh mengeluh.
Holocaust..... kebohongan yang diciptakan sebagai dalih untuk menguasai tanah Palestina....
Tujuannya adalah membuat satu negara untuk melindungi bangsa Yahudi...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Good for people to know.
Post a Comment